Selasa, 30 Agustus 2011

Di tepi dan awal musim kau utuh di tubuhku

Di tepi musim lalu, percakapan kita tertunda beberapa purnama
Kau seolah bersembunyi di balik cuaca yang tak pernah sempat kita tebang
sesekali kau tunjukan jarimu sambil memetik langit dan kau tenun tuk menjadi selimut alit

di sini aku telah membuat danau yang melingkar untukmu, dimana setiap lingkarannya terdapat
bebatuan sehingga kau dapat mudah melangkah  menyusuri pertemuan kita di lengkung pelangi
tepat pada saat jari jemariku kaku tersapu malam, ranum bibirmu berjelaga memecah peristiwa senja yang telah lama mengendap, tajam, menikam kemarau dan hujan.

Di awal musim ini, aku tak ingin kehilangan langkah untuk menemuimu, aku akan berlari untuk pagi, siang dan senjamu, hingga kau sepenuhnya lupa cara menghitung waktu.
Aku memulai pertemuan musim ini dengan biru kedalaman matamu yang risau
di antara tangkas jarimu yang melingkar di lenganku kita tegur dahaga dan kaki-kaki dingin hijau dedaunan
kemudian kita mulai bercerita tentang kota terik yang memekik atau kota yang tumpah oleh basah.

Di sejengkal cuaca dari seribu musim penantian, awan pun enggan bercerita pada bumi
sedang di detak nadiku kau menari santun seiring angin yang kita tangkap kemarin subuh
lalu kita melebur dalam peluk yang terkubur di patahan dingin membungkus dan perlahan menghapus tapak-tapak rindu yang haus.

Di tepi dan awal musim kau utuh di tubuhku

Bogor, 2011


Oleh : Dudi Mahdi 
Fotografer: Rafik Meilana